Macam-macam Sistem Penggemukan Sapi Potong dari Tradisional Sampai Modern
Apabila penggemukan sapi dilakukan dalam waktu yang relatif singkat maka diharapkan donasi konsentrat yang banyak dalam komponen ransumnya. Namun, perlu diketahui bahwa donasi konsentrat yang lebih dari 60% dalam komponen ransumnya sudah tidak akan irit lagi walaupun harganya murah. Oleh lantaran itu, walaupun penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening memerlukan donasi konsentrat yang relatif banyak dalam komponen ransumnya, tetapi jumlah donasi konsentrat itu dihentikan lebih dari 60% dalam komponen ransumnya.Sistem Penggemukan dengan Pasture Fattening
Pasture atau padang penggembalaan ialah lahan yang dipakai untuk penggembalaan dan sumber hijauan segar bagi ternak. Menurut Parakkasi (1999), pasture ialah suatu lapangan terpagar yang ditumbuhi hijauan dengan kualitas unggul dan dipakai untuk menggembalakan ternak ruminansia. Ciri-ciri pasture yang baik yaitu produksi materi kering tinggi, mempunyai kandungan nutrien terutama protein berangasan yang tinggi, tahan renggutan dan injakan serta kekeringan ketika animo kemarau, pemeliharaannya mudah, daya tumbuh cepat, nisbah daun dan batang tinggi, gampang dikembangkan jikalau dikombinasikan dengan tumbuhan legume, irit dan mempunyai palatabilitas yang tinggi.
Sistem Penggemukan Sapi Potong Jenis Pasture Fattening adalah merupakan sistem penggemukan sapi yang dilakukan dengan cara menggembalakan sapi di padang penggembalaan. Dengan demikian, teknik donasi pakan dalam sistem ini ialah dengan penggembalaan. Tidak ada penambahan pakan berupa konsentrat maupun biji-bijian sehingga pakan yang tersedia hanya berasal dari hijauan yang terdapat di padang penggembalaan. Oleh lantaran itu, hijauan yang terdapat di padang penggembalaan disamping rumput-rumputan yang ada, haruslah ditanami dengan leguminosa supaya kualitas hijauan yang ada di padang penggembalaan itu lebih tinggi. Apabila hanya mengandalkan rumput-rumputan saja dan tanpa penanaman leguminosa maka tidak sanggup diharapkan pertambahan bobot sapi yang lebih tinggi.
Apabila sistem penggemukan sapi pasture fattening akan diaplikasikan di Indonesia maka jenis leguminosa yang disarankan untuk ditanam di padang-padang penggembalaan ialah Arachis, Centrosema, Lamtoro, Siratro, dan Desmodium trifolium. Bibit tumbuhan tersebut sanggup diperoleh antara lain di Balai Penelitian Ternak dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa.
Padang penggembalaan harus selalu terpelihara dari kerusakan dan erosi. Untuk itu, tata laksana penggembalaan harus dilakukan dengan baik. Sebelum digunakan, kapasitas tamping setiap areal padang penggembalaan harus ditentukan terlebih dahulu. Hal ini untuk menjafa supaya tidak terjadi tekanan penggembalaan yang hiperbola atau over grazing.
Pada tempat-tempat tertentu di areal padang penggembalaan disediakan air minum bersih. Untuk menjaga supaya sapi tidal kekurangan mineral maka tempat-tempat tertentu perlu pula disediakan lempengan-lempengan garam dapur atau mineral blok. Selain itu, areal padang penggembalaan sebaiknya ditanami pohon-pohon peneduh untuk berteduh sapi, terutama pada waktu hari sedang panas. Pohon peneduk ini dpat berupa tumbuhan lamtoro atau gamal.
Kandang pada sistem penggemukan sapi pasture fattening hanya berfungsi sebagai tempat berteduh sapi-sapi pada malam hari atau pada waktu sengan sangat panas. Penggemukan sistem pasture fattening memerlukan padang penggembalaan yang relatif luas sehingga sulit bila dilaksanakan di daerah-daerah yang padat penduduknya ibarat di Pulau Jawa. Namun, bukan berarti penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening tidak sanggup dilakukan di Indonesia.
Di luar Pulau Jawa, meskipun tidak banyak lagi lahan yang tersedia, tetapi sudah ada yang melaksanakan penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening. Di Pulau Sumatera, misalnya, dikenal kelompok Gembala Sriwijaya, Jaka Sampurna, dan Double Bell Ranch di Batam. Di Kalimantan Barat ada Kahayangan River Ranch sedangkan di Kalimantan Selatan ada Imbah Ranch. Di Sulawesi Selatan tidak kurang dari 8 buah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta yang bergerak dalam perjuangan penggemukan sapi sistem pasture fattening.
Di luar Pulau Jawa, meskipun tidak banyak lagi lahan yang tersedia, tetapi sudah ada yang melaksanakan penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening. Di Pulau Sumatera, misalnya, dikenal kelompok Gembala Sriwijaya, Jaka Sampurna, dan Double Bell Ranch di Batam. Di Kalimantan Barat ada Kahayangan River Ranch sedangkan di Kalimantan Selatan ada Imbah Ranch. Di Sulawesi Selatan tidak kurang dari 8 buah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta yang bergerak dalam perjuangan penggemukan sapi sistem pasture fattening.
Dari segi biaya produksi, penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening lebih murah dibanding sistem lainnya. hal ini disebabkan oleh biaya hijauan dan upah tenaga kerjayang lelatif murah lantaran tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak. Namun, lantaran pakan atau ransum yang diberikan berupa hijauan dan meskipun dicampur dengan leguminosa, misalnya, pertambahan bobot tubuh yang dicapai pada sistem lainnya yang memakai hijauan dan konsentral lebih tinggi. Oleh lantaran itu penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening memerlukan waktu yang relatif lama, yakni sekitar 8-10 bulan.
Sapi bakalan yang dipakai pada penggemukan sapi sistem pasture fattening ialah sapi jantan atau betina yang minimal telah berumur sekitar 2.5 tahun. Sapi jantan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat daripada sapi betina sehingga waktu penggemukannya relatif singkat.
Indonesia mempunyai animo kemarau dan animo hujan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan vegetasi termasuk hijauan pakan ternak. Pada waktu kemarau, terutama pada bulan Juli-September, hijauan pakan ternak sulit diperoleh. Saat itu produksi hijauan atau rerumputan banya mencapai sekitar 50% dari produksi rata-rata per bulan. Dalam kaitannya dengan animo kemarau, diusahakan supaya penjualan sapi-sapi dilakukan pada musim-musim susah untuk mendapat hijauan.
Untuk menanggulangi kesulitan mandapatkan hijauan pada animo kemarau, disarankan menanam leguminosa pohon ibarat lamtoro atau petai cina dan gamal. Pohon-pohon tersebut ditanam di pinggir-pinggir padang penggembalaan atau pada tempat-tempat padang penggembalaan yang sanggup berfungsi pula sebagai tempat berteduh sapa pada hari panas.
Dengan demikian, apabila terjadi kekurangan hijauan pada animo kemarau, setidaknya sanggup dibantu dengan donasi daun lamtoro tau daun gamal dari leguminosa pohon yang ditanam. Pemberian hijauan dari leguminosa pohon itu sebaiknya dilakukan pada ketika sapi sudah simpulan merumput dan beristirahat di sangkar atau di tempat-tempat berteduh. Pemberian daun gamal pada sapi memerlukan waktu pembiasaan supaya sapi itu mau memakannya. Pemberian daun gamal pada sapi sanggup pula dilakukan dengan cara melayukannya terlebih dahulu selama semalam sebelum diberikan kepada sapi.
Dengan demikian, apabila terjadi kekurangan hijauan pada animo kemarau, setidaknya sanggup dibantu dengan donasi daun lamtoro tau daun gamal dari leguminosa pohon yang ditanam. Pemberian hijauan dari leguminosa pohon itu sebaiknya dilakukan pada ketika sapi sudah simpulan merumput dan beristirahat di sangkar atau di tempat-tempat berteduh. Pemberian daun gamal pada sapi memerlukan waktu pembiasaan supaya sapi itu mau memakannya. Pemberian daun gamal pada sapi sanggup pula dilakukan dengan cara melayukannya terlebih dahulu selama semalam sebelum diberikan kepada sapi.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan padang penggembalaan yang dipakai untuk penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening ialah rotasi penggunaan padang penggembalaan. Suatu areal padang penggembalaan sanggup dibagi atas beberapa petak dan diisi dengan beberapa ekor sapi yang digemukkan. Setiap petak harus diamati terus supaya sanggup ditentukan ketika yang sempurna untuk melaksanakan rotasi.
Penggemukan Dengan Fattening Intensif (Dry Lot Fattening)
Dry lot fattening merupakan sistem penggemukan sapi dengan donasi ransum atau pakan yang mengutamakan biji-bijian ibarat jagung, sorgum atau kacang-kacangan. Di Amerika Serikat, penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening dilakukan pada tempat pusat produksi jagung yang dikenal dengan corn belt.
Pemberian jagung yang telah digiling dan ditambah dengan donasi hijauan yang berkualitas sedang pada penggemukan sapi sudah menunjukkan pertambahan bobot tubuh yang lumayan. Namun, belakangan ini penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening bukan hanya menunjukkan satu jenis biji-bijian saja, tetapi sudah merupakan suatu bentuk yang diformulasi dari aneka macam jenis materi pakan konsentrat.
Bahan-bahan yang dipergunakan sanggup terdiri dari jagung giling, bungkil kelapa, dedak padi, polard, bungkil kelapa sawit, ampas tahu, dan sebagainya. Dengan penambahan mineral dan garam dapur, bahan-bahan tersebut diformulasi dan menjadi bentuk pakan jadi yang disebut konsentrat. Sapi dan ternak ruminansia lainnya membutuhkan serat berangasan yang antara lain bersumber pada hijauan untuk memperlancar dan mengoptimalkan proses pencernaannya. Oleh lantaran itu, donasi hijauan pada penggemukan dengan sistem dry lot fattening sangat dibatasi oleh batas-batas tertentu yang tidak akan mengganggu proses pencernaan. Untuk itulah, dibentuk batasan minimal donasi hijauan dalam komponen pakan atau ransum ternak ruminansia.
Untuk penggemukan sapi atau ternak ruminansia lainnya, kebutuhan minimal hijauan berkisar antara 0.5-0.8% materi kering dari bobot tubuh sapi yang digemukkan.
Contoh: seekor sapi yang akan digemukkan mempunyai bobot tubuh 200 kg dan akan diberi hijauan berupa rumput gajah di samping donasi konsentrat sebagai pakan utamanya. Rumput gajah segar mengandung 21.0% materi kering. Dengan demikian kebutuhan minimal hijauan sapi yang akan digemukkan itu ialah 200 x 0.5/100 x 1 kg = 1.0 kg materi kering atau 4.8 kg dalam bentuk segar. Namun, hijauan atau rumput yang diberikan selalu ada yang tidak dimakan atau terbuang pada waktu sapi itu makan. Oleh lantaran itu, donasi hijauan selalu diberi embel-embel sebanyak 5% dari kebutuhannya. Dengan demikian, rumput gajah segar yang akan diberikan pada sapi yang akan digemukkan itu ialah sebanyak 105 x 4.8 kg = 5.4 kg/hari.
Apabila penggemukan sapi dilakukan dalam waktu yang relatif singkat maka diharapkan donasi konsentrat yang banyak dalam komponen ransumnya. Namun, perlu diketahui bahwa donasi konsentrat yang lebih dari 60% dalam komponen ransumnya sudah tidak akan irit lagi walaupun harganya murah. Oleh lantaran itu, walaupun penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening memerlukan donasi konsentrat yang relatif banyak dalam komponen ransumnya, tetapi jumlah donasi konsentrat itu dihentikan lebih dari 60% dalam komponen ransumnya.
Contoh: Seekor sapi yang akan digemukkan mempunyai bobot tubuh 200 kg dengan pertambahan bobot tubuh diharapkan 1.0 kg/hari. Sapi itu akan diberi konsentrat sebanyak 3.6 kg/hari. Konsentrat yang diberikan itu mengandung 85.8% materi kering. Lama penggemukan relatif singkat, yakni sekitar 3 bulan. Dilihat dari segi ekonomisnya, apakah donasi konsentrat itu masih terlalu sedikit atau sudah terlalu banyak?
Perhitungan: Jumlah materi kering konsentrat dan hijauan yang diberikan itu = 3.6/100 x 85.8 + 15.6/100 x 21.8 x 1 kg = 6.49 kg. Porsi konsentrat dalam komposisi ransum itu = (3.6/100 x 85.8)/6.49 x 100% = 47.6%. Dengan demikian, jumlah donasi konsentrat itu masih cukup irit dan tidak terlalu sedikit. Namun, apabila pertambahan bobot tubuh sapi itu tidak mencapai 1.0 kg/hari dan kemampuan konsumsinya masih sanggup ditingkatkan maka donasi konsentrat itu masih sanggup diperbanyak menjadi 4.2 kg/hari. Dalam hal ini porsi konsentrat menjadi (4.2/100 x 85.8)/7.0 x 100% = 51.5% (masih dibawah 60%).
Sapi yang digemukkan dengan sistem dry lot fattening berada terus-menerus dalam sangkar dan tidak digembalakan ataupun dipekerjakan. Sapi bakalan yang digemukkan pada sistem dry lot fattening pada umumnya ialah sapi-sapi jantan yang telah berumur lebih dari satu tahun dengan usang penggemukan berkisar antara 4-6 bulan.
Penggemukan Secara Tradisional Sistem Sapi Kereman
Penggemukan sapi dengan sistem kereman dilakukan dengan cara menempatkan sapi-sapi dalam sangkar secara terus-menerus selama beberapa bulan. Sistem ini tidak begitu berbeda dengan penggemukan sapi dengan sistem dry lot, kecuali tingkatnya yang masih sederhana. Pemberian pakan dan air minum dilakukan dalam sangkar yang sederhana selama berlangsungnya proses penggemukan.
Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan perbandingan yang tergantung pada keresediaan pakan hijau dan konsentrat. Apabila hijauan tersedia banyak maka hijauanlah yang lebih banyak diberikan. Sebaliknya, apabila pakan konsentrat gampang diperoleh, tersedia banyak dan harganya relatif murah maka donasi konsentratlah yang diperbanyak. Namun, ada pula peternak yang hanya menunjukkan hijauan saja tanpa adanya donasi konsentrata ataupun pakan lainnya. sudah barang tentu hal ini sanggup dilakukan pada daerah-daerah yang masih potensial menyediakan hijauan.
Pengertian konsentrat dalam penggemukan sapi sistem kereman ialah sederhana, yakni hanya terdiri dari satu jenis dan paling banyak dua jenis materi pakan saja. Misalnya, konsentrat itu hanya berupa dedak padi saja atau ampas tahu, atau pun hasil industry pertanian lainnya. Ada pula yang menciptakan konsentrat itu berupa adonan dedak padi dengan ubi kayu yang dilumatkan dan kemudian direndam dalam air panas selama beberapa saat.
Penggemukan sapi dengan sistem kereman hanya terdapat di Indonesia dan banyak dilakukan di daerah-daerah Magetan, Wonogiri, Wonosobo, Lamongan, Bondowoso, Banyuwangi, Sulawesi Selatan, Aceh dll. Ada beberapa faktor yang mendukung berkembangnya perjuangan penggemukan dengan sistem kereman di beberapa daerah, yaitu;
- Bakalan sapi untuk penggemukan cukup tersedia dan relatif gampang diperoleh.
- Ketersediaan hijauan, termasuk limbah pertanian, cukup potensial dan tersedia sepanjang tahun.
- Ketersediaan hasil ikutan industri pertanian ibarat ampas tahu, ampas brem, ampas nanas dan sebagainya cukup potensial dan tersedia sepanjang tahun.
- Kotoran sapi berupa pupuk sangkar sangat diharapkan untuk memupuk tumbuhan pertanian penduduk. Pada umumnya sapi bakalan yang dipakai untuk penggemukan dengan sistem kereman ialah sapi-sapi jantan yang telah berumur sekitar 1-2 tahun dalam kondisi kurus. Lama penggemukan berkisar antara 3-6 bulan.
Dari penelitian yang telah dilakukan pada sapi peranakan ongole dan jantan sapi perah juga diperoleh rata-rata pertambahan bobot tubuh masing-masing ialah 0.52 kg/hari dan 0.4 kg/hari dengan hanya menunjukkan hijauan saja tanpa ada penambahan konsentrat. Apabila ransum yang diberikan hanya hijauan saja maka pertambahan bobot tubuh yang dicapai tidak akan setinggi pertambahan bobot tubuh yang mendapat ransum berupa hijauan dan konsentrat.
Sistem Penggemukan Kombinasi Antara Pasture dan Dry Lot Fattening
Penggemukan sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening banyak dilakukan di daerah-daerah subtropis maupun tropis dengan pertimbangan animo dan ketersediaan pakan. Di tempat subtropis, pada animo hambar sebelum salju turun, sapi digemukkan dengan sistem pasture. Setelah turun salju, penggemukan sapi diteruskan dengan sistem dry lot. Sedangkan untuk tempat tropis, pada animo banyak produksi hijauan ataupun rumput, penggemukan sapi dilakukan dengan pasture. Pada animo tertentu pada animo kemarau, sewaktu produksi hijauan sudah sangat menurun, penggemukan sapi diteruskan dengan sistem dry lot.
Penggemukan sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening sanggup pula diartikan dengan menggembalakan sapi-sapi padan padang-padang penggembalaan di siang hari selama beberapa jam, sedangkan pada sore dan malam hari sapi-sapi dikandangkan dan diberi pakan konsentrat secukupnya. Sistem demikian ini umumnya terdapat pada tempat yang luas padang penggembalaannya sudah sangat terbatas.
Dibandingkan dengan sistem penggemukan sapi pasture fattening, usang penggemukan sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening lebih singkat, tetapi lebih usang dibandingkan dengan sistem dry lot fattening. Lama penggemukan sapi pada umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor dan terutama ialah umur, kelamin, kondisi, bobot, dan kualitas maupun kuantitas pakan yang diberikan. Dapat ditambahkan, bahwa sapi yang lebih muda memerlukan waktu penggemukan yang lebih usang dibandingkan dengan sapi yang telah berumur tua. Dalam kaitan antara umur dengan usang penggemukan, sanggup dikemukakan sebagai berikut:
- Sapi bakalan untuk penggemukan yang berumur kurang dari satu tahun, usang penggemukan berkisar antara 8-9 bulan.
- Sapi bakalan untuk penggemukan yang berumur 1-2 tahun, usang penggemukan berkisar antara 6-7 bulan.
- Sapi bakalan untuk penggemukan yang berumur 2-2.5 tahun, usang penggemukan berkisar antara 4-6 bulan.
No comments:
Post a Comment